Suprapti Prapti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KONSTEKSTUAL LEARNING DENGAN KELAS MAGANG (PART 1)

KONSTEKSTUAL LEARNING DENGAN KELAS MAGANG (PART 1)

SERI SEKOLAH LITERASI

#TANTANGAN GURUSIANA

HARI KE 8

KONSTEKSTUAL LEARNING DENGAN KELAS MAGANG (PART 1)

Oleh : Suprapti

SDN Sisir 03 Kota Batu

Menjadi guru adalah profesi yang penuh tantangan dan petualangan, kenapa? karena di dalam melaksanakan tugasnya guru selalu menemui berbagai permasalahan yang muncul dari peserta didik, orang tua peserta didik, maupun dari masyarakat. Hal ini dikarenakan pendidikan selalu berkembang dan mengikuti irama dan tuntutan jaman, Tuntutan Pendidikan senantiasa berterkaitan dengan upaya perkembangan ekonomi, sosial,dan politik. Masyarakat Era Disrupsi menuntut guru tidak lagi sebagai spesialis spesialis dalam konten area dan paedagogical Skills, namun harus dapat merespon pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat era teknologi yang senantiasa berubah.

Pendidikan menjadi peletak dasar berkembangnya ekonomi dan kesejahteraan suatu negara, antara ekonomi dan pendidikan bagaikan dua sisi mata uang, Jika suatu masyarakat ekonominya baik maka dukungan terhadap dunia pendidikan juga akan baik dan sebaliknya jika pendidikan di suatu negara baik maka perekonomian negara itu juga akan baik. “Kesejahteraan” adalah hasil proses panjang dari sebuah pendidikan, Sinergitas pendidikan dan kesejahteraan merupakan tuntutan pendidikan era Disrupsi. Tuntutan era Revolusi Industri 4.0 menjadi semakin berat bagi guru, dikarenakan harus bersaing dengan perkembangan teknologi sebagai jargon dunia yang setiap hari terus berubah. Guru wajib menjadi agen of change dan sebagai komandan adventure dalam setiap perkembangan peserta didik. Tantangan ini akan dapat diikuti jika isu yang harus diangkat untuk menopang pendidikan abad 21 terpenuhi, intinya jika guru mampu mendongkrak mutu Pendidikan maka tidak akan tertinggal jauh dalam mengejar perubahan teknologi yang setiap hari terus berkembang. Hal ini sama seperti pengalaman yang saya rasakan selama 32 tahun menjadi guru. Selama saya menjadi guru telah banyak suka duka yang saya alami, saya merasakan menjadi guru pada masa lalu dan masa kekinian. Pada masa tahun 90 an pembelajaran yang berlangsung masih konvensional dan ketika sekarang memasuki era digital semua yang menunjang kelangsungan hidup tinggal “klik” menekan tombol maka semua permasalahan dapat di selesaikan.

Diantara sekian hal baru yang saya ikuti di dalam dunia pendidikan adalah berkembangnya istilah literasi yang menjadi tuntutan pendidikan abad 21. Saya baru mendengar istilah literasi santer terdengar dikumandangkan di pelosok nusantara pada tahun 2017 kemarin, sebenarnya apakah literasi itu? banyak sekali pertanyaan dari teman guru, selain tidak dapat menemukan jawaban yang pasti banyak dari teman guru yang memberikan jawaban bahwa literasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan membaca dan menulis. Literasi dijadikan dasar penyelenggaraan pendidikan, bahkan sebagai pondasi terbangunnya rumah kehidupan. Karena sejatinya pendidikan adalah peletak dasar dari keberlangsungan hidup. Kita akan mendapatkan kehidupan yang layak jika dasar pondasinya kokoh. Dasar kokohnya pondasi Pendidikan itu di sebut “LITERASI”

Literasi Sekolah dalam konteks GLS yang di usung oleh Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/ atau berbicara.

Pengertian ini bagi guru yang awam seperti saya, memahami literasi selama ini hanya terbatas pada kegiatan membaca , menulis, melihat, menyimak, dan berbicara. Literasi hanya terbatas pada kegiatan membaca dan menulis saja. Untuk membudayakan literasi di sekolah saya membuat program pembiasaan membaca senyap selam 15 menit.yang dilanjutkan dengan membuat reshume sebagai umpan balik sekaligus evaluasi dari guru untuk melihat sejauh mana kegiatan membaca senyap sudah berjalan dan dilakukan oleh siswa. Kelemahan dari kegiatan pembiasaan membaca senyap selama 15 menit di sekolah adalah tidak adanya evaluasi mandiri dari pihak sekolah sehingga literasi berjalan hambar tanpa makna yang melekat pada diri siswa, selain itu kegiatan literasi belum diintegrasikan didalam semua mata pelajaran. Literasi belum menjadi budaya di sekolah.

Melaksanakan kegiatan literasi seperti dalam kontek GLS memang tidak mudah, karena generasi yang di hadapi sekarang adalah generasi Digital natife yang didalam keseharianya mereka terbiasa dengan penggunaan teknologi dan memiliki ekspektasi terhadap teknologi yang akan mereka gunakan didalam proses pembelajaran. Jadi menjadi kendala ketika guru di sekolah hanya memberikan instruksi untuk melakukan kegiatan membaca buku dan dilanjutkan membuat reshume yang sudah dianggap sebagai budaya literasi. Meski tantangan yang dihadapi sekolah di Era Disrupsi semakin berat ,namun kegiatan Literasi harus tetap dilaksanakan di sekolah dan menjadi wajib untuk dijadikan budaya sekolah sebagai bagian dari pembentukan pondasi tiang pancang keberhasilan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Literasi harus menjadi budaya bukan lagi sebagai tuntutan pendidikan. Oleh sebab itulah dibutuhkan strategi yang jitu agar literasi ini dapat terwujud.

SDN Sisir 03 adalah salah satu sekolah yang berada di tengah perkampungan yang berada di Perkotaan. Sekolah ini menjadi satu komplek dengan SDN sisir 04 dan SDN Sisir 06, Kehidupan penduduk di sekitar sekolah sebagian besar adalah pendatang dan pedagang yang berada di Pasar besar atau berjualan di Alun alun (di tempat wisata), kehidupan masyarakat urban seperti wali murid di SDN Sisir 03 menjadi sebuah tantangan untuk membudayakan kegiatan dan budaya literasi, salah satu strategi yang dilakukan oleh sekolah untuk membudayakan kegiatan literasi di sekolah adalah kegiatan Innovatif Class “Kelas Magang”. kegiatan didalam kelas magang memang tidak terlalu istimewa, namun saya menganggap bahwa dalam kelas magang adalah sebuah upaya belajar dari siswa kepada nara sumber secara langsung dalam suasana yang menyenangkan dan rasa keingintahuan terhadap sesuatu hal yang baru, siswa dapat belajar secara langsung dengan melakukan kegiatan praktek di luar kelas (konstekstual), hal ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi siswa karena menjadi sebuah pengalaman bermakna yang tidak didapatkan di ruang kelas. Siswa berlatih untuk berpikir kritis ketika menghadapi permasalahan ,siswa juga berlatih menuangkan ide ide dalam kegiatan kelas magang kepada nara sumber, mereka juga belajar berkomunikasi, Didalam Kelas Magang melatih siswa untuk berani bertanya dan menjawab serta menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah siswa berlatih berkolaborasi dengan orang lain. Kerja barengan memberikan pemahaman kepada siswa bahwa semua pekerjaan tidak akan berhasil jika dilakukan seorang diri namun kita sangat membutuhkan orang lain, Dari kegiatan kolaborasi akan memunculkan sikap empaty, dan menghargai orang lain. Dari sinilah upaya menumbuhkan karakter dari siswa , untuk bersikap santun, bagaimana berkomunikasi secara sopan dan menyenangkan. Dan yang terpenting dari hasil wawancara dan kerja barengan dari siswa dengan narasumber dalam kelas magang adalah menumbuhkan budaya literasi yang sesungguhnya karena hakekat dari literasi secara kritis adalah memahami, melibati, menggunakan, menganalisis,dan mentransformasikan teks. Kesemuanya merujuk pada kompetensi dan kemampuan yang lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis.

1. Tantangan yang paling berat dari pelaksanaan kegiatan Literasi di SDN Sisir 03 adalah berasal dari siswa, banyak siswa yang malas untuk mengikuti kegiatan literasi yang berbasis membaca dan menulis

2. Orang tua siswa tidak menyediakan ruang untuk siswa dalam memahami literasi di karenakan orang tua sendiri belum memahami makna yang sebenarnya dari literasi, khusus dalam kegiatan Kelas Magang, Orang tua siswa masih banyak pertimbangan yang terkait dengan uang (dianggap banyak mengeluarkan biaya)

3. Guru, adalah agen of change dalam pembaharuan pembelajaran di sekolah. Pada umumnya guru tidak menjadikan kegiatan literasi sebagai pondasi pembelajaran namun di kotak sendiri di luar kegiatan pembelajaran

4. Kepala Sekolah, banyaknya kegiatan di luar pembelajaran menyebabkan lemahnya monitoring dan evaluasi serta supervisi dari kegiatan literasi di sekolah.

5. Masayarakat belum mendukung sepenuhnya kepada kegiatan ini di karenakan masih banyak anggapan dri masyarakat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh siswa dianggap menganggu kesibukan dalam kegiatan/rutinitas dari Dunia Industri.

Kegiatan kelas magang harus keluar dari sekolah maka guru guru menganggap kegiatan ini hanya menghabiskan waktu dan mengurangi waktu untuk belajar didalam kelas.menghabiskan energy, biaya dan tenaga. Guru hanya mengejar target kurikulum.

Sedangkan dari pihak wali murid sebagian besar masih memperhitungkan untung dan rugi, kalau sudah membahas dana yang harus di keluarkan biasanya mereka akan mencari kegiatan yang semurah murahnya

Teknis dalam kegiatan kelas magang:

1.Dikenalkan nama kegiatannya

2.Diajarkan materi yang akan di rumuskan dalam Lembar Kerja sebagai pedoman siswa

dalam kegiatan berwawancara.

3.Dibiasakan dilatih secara konsisten,untuk menjadi kebiasaan, menjadi karakter

menjadi budaya sekolah

.4.Membentuk Team kegiatan kelas magang yang terdiri dari kepala sekolah , Ketua

TPMPS (Tim Pengembang sekolah) wali kelas dan paguyuban masing masing untuk

berkolaborasi dalam kegiatan kelas magang.

5. Mengundang komite dan paguyuban, untuk sosialisasi kegiatan

6. Menyusun program, membuat jadwal dan membuat surat MOU dengan berbagai dunia

industri,

7.Menyusun LK menyesuaikan LK dalam kegiatan kelas magang dengan tema pembelajaran hal ini di lakukan agar mereka memahami keterkaitan tema atau materi pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa, sehingga tidak ada pembatas antara kehidupan siswa di luar kelas dengan materi yang di terima siswa di dalam kelas

Kebetulan SDN Sisir 03 berada di lingkungan daerah industri sehingga tidak mempersulit siswa untuk melakukan kegiatan kelas magang

Daftar Dudi di sekitar SDN Sisir 03

1.Pabrik Roti Miky

2. Rumah Herbal Jamu Siti Ara

3. Sanggar Batik Olive

4.Sanggar Batik Anjani Banteng Agung

5. Pabrik tahu

6. Kampung Sapi

7.Bali Benih Ikan Punten

8. Balijestro Pembibitan Jeruk

9.Industri Rumahan pembuatan kue

10. BNN

11. BPBD

12. Lippo Plaza Batu

Teknis pelaksanaan kelas magang: kelas yang akan ikut magang di bagi dalam beberapa kelompok, paguyuban bersurat kepada industri yang akan di tuju, masing masing kelompok belajar sesuia dengan LK, setelah selesai melakukan kegiatan magang maka masing masing kelompok melakukan kegiatan presentasi dan diskusi dari hasil kegiatan kelas magang

Semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa mulai berkelompok, berdiskusi merancang kegiatan bersama, menyusun LK, belajar di tempat tujuan , mencari tahu, bertanya, berkomunikasi, menulis dan mempresentasikan hasil adalah bagian dari pertumbuhan budaya literasi.

Indikator keberhasilan:

Menyusun skala sikap yang di harapkan, sekolah memiliki skala sikap yang di harapkan dari kegiatan Kelas magang tersebut

Hasil ujian siswa kelas 6 menunjukkan kemajuan yang sangat signifikan di karenakan kegiatan belajar mereka semakin bermakna karena mereka mencari informasi dan praktek secara langsung pembelajaran menjadi lebih bersemangat dan termotivasi dalam suasana yang menyenangkan.

Memang belum dapat di katakan berhasil karena menggerakkan dan mewujudkan budaya literasi butuh praktik baik yang terus menerus dilakukan, tiada henti tanpa mengeluh, namun dalam kurun waktu satu setengah tahun ini,sudah banyak perubahan di SDN Sisir 03, perubahan yang nampak pada siswa adalah mindset mereka, wawasan mereka semakin luas, walaupun siswa belum memahami keterkaitan tema pelajaran dengan fungsi dan ketergunaan materi pelajaran yang dia dalami dalam kehidupan

Semangat anak anak semakin baik, peran serta orang tua semakin baik kerjasama dengan sekolah, prestasi yang dihasilkan juga semakin baik dan meningkat

Budaya literasi sudah mulai terasa walaupun masih butuh waktu yang sangat lama untuk memperjuangkan keberadaanya namun paling tidak keberadaan literasi tidak lagi pada lingkup yang membosankan namun lebih terasa menjadi dasar dalam tiap tiap sendi kehidupan, siswa semakin paham bahwa literasi tidak terbatas pada tugas membaca namun membaca adalah kebutuhann dari mereka untuk mendapatkan bahan dalam penyusunan LK,, refleksi juga bukan lagi tugas yang harus di lakukan karena takut mendapatkan hukuman, namun sebagai bagian bahwa menulis adalah menyampaikan laporan dari kegiatan yang di lakukan .

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

thanks Mom

22 Jan
Balas

Good

22 Jan
Balas



search

New Post